Khoirun tak menyangka bakal diserang seekor kera. Warga Desa Krembangan, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoardjo, ini saat itu tengah asyik duduk-duduk di dekat sungai. Betapa kagetnya ketika seekor kera tiba-tiba menghampirinya. Tiba-tiba si kera mencakar dan menggigit. Alhasil, tangan kanan dan kirinya robek. Ia mendapat 14 jahitan.
Nasib serupa dialami Lince Karangan. Nenek berusia 70 tahun ini diserang kera saat menimang cucunya di kamar. Tak ayal, ia langsung dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. Warga Desa Ketegan ini pun harus mendapat 14 jahitan karena lukanya. Sejak dua pekan lalu, warga di Kabupaten Sidoardjo “diteror” kera ekor panjang (Macaca fascicucalisz).
Puluhan warga menjadi korban. Sebagian besar menderita luka gigitan cukup parah. Setidaknya ada 25 warga dirawat di Rumah Sakit Siti Khodijah, Kecamatan Taman. Korban rata-rata berusia antara 25 hingga 61 tahun. Dua di antaranya perempuan dan mengalami luka cakaran serta gigitan. Rata-rata luka cakaran sepanjang 1 cm sampai 1,5 cm di lengan dan kepala, namun tidak ada yang rawat inap.
Lantaran korban terus berjatuhan, warga bersama petugas beramai-ramai melakukan perburuan. Usaha itu tak sia-sia. Pekan lalu, satu ekor kera berhasil dilumpuhkan di lokasi pabrik baja Jatim Steel. Kera berkelamin jantan itu ditembak dua kali dengan tembakan bius oleh tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim, Taman Safari Indonesia (TSI), dan Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Kasi Wilayah III BKSDA Jatim, Widodo, mengatakan, timnya berhasil memancing kera dengan umpan pancingan makanan yakni pisang dan dibantu dari pihak pabrik baja tersebut, seorang monyet berhasil dilumpuhkan dengan tulop berisi bius. Dengan kekuatan 10 orang personel mengejar ke atap pabrik tersebut. ”Meskipun pekerja pabrik sudah melakukan aktivitas, kami dengan diberi izin pemilik pabrik mengejar dengan silence monyet tadi, dan monyet berhasil dilumpuhkan,” tambahnya. Widodo menjelaskan, monyet yang dilumpuhkan ini berukuran paling besar.
Meskipun dua kera telah ditangkap warga, yang satu tertangkap di desa Sidorogo, Krian dan yang satu lagi di daerah desa Wage, namun kedua monyet tersebut belum mengarah ke ciri-ciri monyet yang menyerang warga. Bahkan polisi sempat menembak ke arah monyet yang terlihat di pabrik mie yang tak terpakai. Namun, lagi-lagi kedua monyet yang memang pernah menyerang warga ini pun kabur.
Serangan kera terhadap warga ini memang cukup merepotkan Pemkab. Sidoardjo. Untuk mengantisipasi menambahnya jumlah korban, Pemkab Sidoardjo membentuk Posko Primata untuk menampung keluhan atau informasi terkait keberadaan monyet. Pasalnya, primata itu berpindah-pindah tempat hingga menjadi perburuan warga.
Hingga kini sudah 10 desa yang pernah disinggahi, di antaranya Kelurahan Ketegan dan Bebekan, Desa Kedung Boto, Tawangsari, Krembangan, Bringin Bendo, Jemundo, Menyanggong, Geluran dan Kelurahan Taman. Posko Primata ini untuk menampung pengaduan keberadaan monyet sehingga begitu ada informasi tim akan bergerak untuk memantau pergerakannya.
Anggota yang ada di Posko Primata dari pelbagai kesatuan seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Kebun Binatang Surabaya (KBS), Taman Safari Prigen, Polsek Taman, dan aparat kecamatan. Total personel di Pos Primata ada sekitar 15 orang. Tim yang ada di Posko Primata dipersenjatai alat manual (sumpit, jaring) hingga pelinjek atau senapan angin yang berisi bius.
Pemkab Bupati pun ragu menetapkan kejadian serangan kera ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Bagi Bupati Sidoardjo, Saifullah, untuk menentukan keadaan sebagai KLB, tidak cukup dari pernyataan dirinya saja. Kondisi KLB perlu disetujui pejabat di atasnya, yaitu Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
Apalagi serangan monyet-monyet ini tidak menimpa semua warga Kecamatan Taman. Meskipun masih bimbang tentang status KLB, Pemkab Sidoarjo tetap waspada dan siap menanggung semua biaya pengobatan korban teror monyet.
Bupati mengaku fenomena monyet menyerang warga sebagai kejadian aneh. Sebab, hingga kini, belum ada yang mengetahui asal-usul monyet-monyet tersebut. Bahkan BKSDA sendiri tidak berani memastikan asal dari monyet-monyet yang berkeliaran di Kecamatan Taman. Untuk mencegah serangan kebrutalan monyet itu, Saiful sudah menugaskan aparat berwenang segera menangkapnya. Tetapi dia menolak apabila petugas menembak monyet-monyet itu menggunakan peluru tajam.
Apabila memang status KLB serangan monyet itu ditetapkan, hal itu dinilai berlebihan. Ketua Pro Fauna Indonesia, Rosek Nursahid mengatakan, serangan monyet itu memang meresahkan, tetapi belum pada tingkat yang luar biasa, karena jumlah monyet juga belum pasti. ''Pro Fauna minta pada semua pihak tetap tenang dan tidak berlebihan menyikapi kasus serangan monyet ke warga,'' kata Rosek.
Kata Rosek, beberapa hari lalu pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan semua institusi di Sidoarjo untuk mencari solusi yang tepat mengatasi serangan monyet ekor panjang. ''Kami juga sudah menawarkan rehabilitasi untuk monyet yang sudah ditangkap warga sebelum dikembalikan ke habitat mereka,'' tambahnya.
Meskipun sudah meresahkan warga monyet-monyet itu tidak boleh diperlakukan seenaknya karena akan semakin membuat mereka marah. Tim Pro Fauna juga sudah menyarankan pada Pemkab Sidoarjo untuk tetap menggandeng BKSDA, Balai Karantina, tim dokter hewan dan kepolisian untuk mengatasi serangan monyet.
Di sisi lain, polisi harus mampu mengusut kasus serangan monyet itu secara pidana, khususnya pada pemilik monyet yang mengakibatkan keresahan warga. ''Pantauan kami sementara, monyet ekor panjang yang meresahkan warga dipastikan masuk satwa yang belum dilindungi,'' ujarnya.
Lalu apa penyebab kera menyerang warga? Beragam dugaan mencuat. Ketua Tim Pengelola Sementara (TPS) Kebun Binatang Surabaya, Toni Sumampau, menduga kera itu mengalami stress yang cukup lama. "Mungkin kera itu mengalami stres berkepanjangan, jadinya mengamuk," kata Toni Sumampau, seperti dikutip detiksurabaya.com.
Menurut Toni ada beberapa jenis kera yang boleh dipelihara masyarakat secara pribadi. Jenis kera juga ada yang tidak termasuk dalam kategori harus dilindungi, misalnya kera jenis ekor panjang (Macaca fascicularis). Namun, Toni memastikan, kera penyerang tersebut bukan eks satwa KBS. "Karena selama 2 tahun kami mengelola KBS, tidak ada laporan satwa kera hilang," terangnya.
Bambang Erwanto, Kabid Peternakan pada Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sidoarjo pun belum bisa memastikan asal-usul kera tersebut. Dia merasa heran dengan keberadaan kera yang tiba-tiba menyerang warga. Sebab itu Ia tidak setuju apabila penangkapan kera-kera itu menggunakan peluru tajam. Peluru tajam justru semakin memutus mata rantai asal-usul kera liar tersebut. Sebab apabila monyet mati, pihaknya tidak bisa melakukan observasi lebih jauh terkait asal-usul monyet-monyet tersebut.
Sementara itu Kasie Wilayah III BKSDA Jatim Widodo, menjelaskan, keberadaan kera itu bukan datang dari hutan di kawasan perbatasan Sidoarjo Gresik. Pasalnya dari penelusuran BKSDA, tidak ada hutan yang selama ini disangkakan. "Melihat dari jenis dan perawakan kera, dimungkinkan kera peliharaan yang lepas," ungkapnya. Konon kabarnya, kera itu peliharaan seseorang dari sebuah gudang di daerah Bambe Gresik sebanyak sekitar 20 ekor, namun sampai kini masih dalam penelusuran.





